Karl Heinz Brandenbrug Penemu MP3
Karl Heinz Brandenbrug Penemu MP3
Koran Gratis - Revolusi besar media penyimpanan lagu terjadi ketika MP3 menohok dunia teknologi informasi seiring dengan melambungnya popularitas komputer, MP3, istilah lengkapnya adalah MPEG-1 Audio Layer 3, dengan telak menghempaskan dominasi kaset pita yang bertahan lama di masa - masa sebelumnya. Era musik sekarang adalah era MP3 yang jauh lebih praktis dan murah ketimbang pendahulunya, serta bisa langsung update dengan cara mengunduh dari internet. Selain itu, kualitas suaranya pun boleh diadu sehingga MP3 kini menjadi pilihan utama sebagian besar orang pecinta musik.
Penemu MP3 yang mampu mengobrak - abrik tatanan lama dengan memberikan inovasi mutakhir itu adalah Karl Heinz Brandenburg. Ia lahir pada 20 Juni 1954 di Erlangen, Nuremberg, Jerman. Brandenbrug meraih gelar diploma insinyur teknik elektro dari Universitas Erlangen-Nuremberg pada 1980, Brandenburg memperoleh gelar Ph.D dari Universitas Friedrich Alexander. Penelitian yang menjadi tema desertasinya adalah MPEG-1 layer 3 (MP3), MPEG-2 Advanced Audio Coding ( AAC ), dan skema kompresi Audio. Bradenburg memang memusatkan kajiannya pada bidang kode audio digital.
Sejak tahun 1989, Brandenburg bergabung dengan AT&T Bell Laboratories yang bermarkas di New Jersey, Amerika Serikat. Namun setahun kemudian ia pulang ke Jerman untuk mengabdi pada almameternya di Universitas Erlangen-Nuremberg. Tiga tahun berselang, Brandenburg ia mengabdi pada Institut Fraunhofer di Erlangen dan menjabat sebagai Kepala Departemen Audio / Multimedia. Sejak tahun 2000, ia diangkat sebagai Guru BEsar di Technical University of Ilmenau. Namun, Brandenburg tetap bekerja untuk Fraunhofer untuk dan alih jabatan sebagai Direktur Teknologi Media Digital yang berkedudukan di Ilmenau.
Seperti yang sudah sedikit disinggung sebelumnya, Penelitian Brandenburg tentang MP3 sudah dilakukannya sejak menyusun desertasi untuk meraih gelar Ph.D di Universitas Friedrich Alexander, dan ia kembangkan pada masa - masa setelah ia lulus S3. Proses awal yang dilakukan Brandenburg dalam risetnya adalah melakukan analisis terhadap kinerja otak dan telinga manusia dalam merespons suara yang masuk. Brandenburg berhasil menemukan teknik yang mampu memanipulasi otak dan telinga manusia dengan menyingkirkan bagian yang kurang penting dalam rangkaian suara yang hendak didengarkan.
Misalnya, jika dalam suatu file musik terdapat dua nada yang mirip, maka otak hanya akan merespons salah satunya saja. Hal yang sama juga berlaku ketika nada tinggi dan nada rendah muncul secara berbarengan. Algoritma MP3 yang menerapkan standar prioritas memungkinkan pemilihan sinyal yang lebih penting, sedangkan yang tidak begitu penting akan dibuang. Hasilnya cukup menakjubkan, file MP3 mampu menekan ukuran file audio yang sebenarnya, bahkan hingga 10 kali lebih ringan. Contohnya, sebuah file lagu dengan durasi 5 menit yang seharusnya berkapasitas sebesar 50 megabyte dalam versi aslinya, bisa dikompres kapasitasnya hingga 10 kali lebih kecil dengan format MP3, yakni hanya sebesar 5 megabyte dengan kualitas suara yang masih bisa dibilang bagus.
Gebrakan yang dilakukan Brandenburg ini kontak menggegerkan belantika teknologi audia di dunia. Jerman segera merespons penemuan oleh warga negaranya ini dengan sejumlah bentuk apresiasi. Ketika Brandenburg diundang ke Amerika Serikat pada 1997 untuk melakukan presentasi penemuannya di Silicon Valley, California, ia memperoleh sambutan yang jauh lebih hangat. Di markas besar industri komputer dan digital itu, presentasi Brandenburg langsung mendapat respons positif, banyak perusahaan raksasa yang berminat mengakusisi temuan Brandenburg itu. Akan tetapi, Institut Frauenhofer yang menjadi tempat Brandenburg melakukan risetnya bersikukuh untuk tidak melepas temuan revolusioner itu.
Setahun setelah memukau di Silicon Valley, MP3 mulai menuai sukses. Pada tahun 1998 itu, lahirlah winamp, yang diciptakan oleh Justin Frankel dan Dmitry Boldyrev, sebagai perangkat pemutar MP3. Kedua inovasi terbaik menjelang berakhirnya abad ke-20 ini segera lekat sebagai dua sejoli. Dengan segera, demam MP3 dan winamp segera melanda belantika permusikan dunia. Kendati banyak yang berpikiran skeptis bahwa hadirnya MPR dan winamp berpotensi mengacaukan bahkan menghancurkan tatanan industri musik. Namun, Bradenburg menepis anggapan itu. Ia berpendapat justru industri musiklah yang harus tanggap perkembangan zaman dan harus bisa memahami cara mengendalikan media digital itu.
Penemu MP3 yang mampu mengobrak - abrik tatanan lama dengan memberikan inovasi mutakhir itu adalah Karl Heinz Brandenburg. Ia lahir pada 20 Juni 1954 di Erlangen, Nuremberg, Jerman. Brandenbrug meraih gelar diploma insinyur teknik elektro dari Universitas Erlangen-Nuremberg pada 1980, Brandenburg memperoleh gelar Ph.D dari Universitas Friedrich Alexander. Penelitian yang menjadi tema desertasinya adalah MPEG-1 layer 3 (MP3), MPEG-2 Advanced Audio Coding ( AAC ), dan skema kompresi Audio. Bradenburg memang memusatkan kajiannya pada bidang kode audio digital.
Sejak tahun 1989, Brandenburg bergabung dengan AT&T Bell Laboratories yang bermarkas di New Jersey, Amerika Serikat. Namun setahun kemudian ia pulang ke Jerman untuk mengabdi pada almameternya di Universitas Erlangen-Nuremberg. Tiga tahun berselang, Brandenburg ia mengabdi pada Institut Fraunhofer di Erlangen dan menjabat sebagai Kepala Departemen Audio / Multimedia. Sejak tahun 2000, ia diangkat sebagai Guru BEsar di Technical University of Ilmenau. Namun, Brandenburg tetap bekerja untuk Fraunhofer untuk dan alih jabatan sebagai Direktur Teknologi Media Digital yang berkedudukan di Ilmenau.
Seperti yang sudah sedikit disinggung sebelumnya, Penelitian Brandenburg tentang MP3 sudah dilakukannya sejak menyusun desertasi untuk meraih gelar Ph.D di Universitas Friedrich Alexander, dan ia kembangkan pada masa - masa setelah ia lulus S3. Proses awal yang dilakukan Brandenburg dalam risetnya adalah melakukan analisis terhadap kinerja otak dan telinga manusia dalam merespons suara yang masuk. Brandenburg berhasil menemukan teknik yang mampu memanipulasi otak dan telinga manusia dengan menyingkirkan bagian yang kurang penting dalam rangkaian suara yang hendak didengarkan.
Misalnya, jika dalam suatu file musik terdapat dua nada yang mirip, maka otak hanya akan merespons salah satunya saja. Hal yang sama juga berlaku ketika nada tinggi dan nada rendah muncul secara berbarengan. Algoritma MP3 yang menerapkan standar prioritas memungkinkan pemilihan sinyal yang lebih penting, sedangkan yang tidak begitu penting akan dibuang. Hasilnya cukup menakjubkan, file MP3 mampu menekan ukuran file audio yang sebenarnya, bahkan hingga 10 kali lebih ringan. Contohnya, sebuah file lagu dengan durasi 5 menit yang seharusnya berkapasitas sebesar 50 megabyte dalam versi aslinya, bisa dikompres kapasitasnya hingga 10 kali lebih kecil dengan format MP3, yakni hanya sebesar 5 megabyte dengan kualitas suara yang masih bisa dibilang bagus.
Gebrakan yang dilakukan Brandenburg ini kontak menggegerkan belantika teknologi audia di dunia. Jerman segera merespons penemuan oleh warga negaranya ini dengan sejumlah bentuk apresiasi. Ketika Brandenburg diundang ke Amerika Serikat pada 1997 untuk melakukan presentasi penemuannya di Silicon Valley, California, ia memperoleh sambutan yang jauh lebih hangat. Di markas besar industri komputer dan digital itu, presentasi Brandenburg langsung mendapat respons positif, banyak perusahaan raksasa yang berminat mengakusisi temuan Brandenburg itu. Akan tetapi, Institut Frauenhofer yang menjadi tempat Brandenburg melakukan risetnya bersikukuh untuk tidak melepas temuan revolusioner itu.
Setahun setelah memukau di Silicon Valley, MP3 mulai menuai sukses. Pada tahun 1998 itu, lahirlah winamp, yang diciptakan oleh Justin Frankel dan Dmitry Boldyrev, sebagai perangkat pemutar MP3. Kedua inovasi terbaik menjelang berakhirnya abad ke-20 ini segera lekat sebagai dua sejoli. Dengan segera, demam MP3 dan winamp segera melanda belantika permusikan dunia. Kendati banyak yang berpikiran skeptis bahwa hadirnya MPR dan winamp berpotensi mengacaukan bahkan menghancurkan tatanan industri musik. Namun, Bradenburg menepis anggapan itu. Ia berpendapat justru industri musiklah yang harus tanggap perkembangan zaman dan harus bisa memahami cara mengendalikan media digital itu.